AYAH, IBU MAAFKAN AKU
Di
sebuah kampung kecil hiduplah keluarga petani miskin bersama dengan satu anak
laki-lakinya. Ayah dari keluarga tersebut menderita kelumpuhan sehingga tidak
dapat bekerja. Sehingga sang Ibulah yang menjadi tulang punggung keluarganya. Sang
ibu bekerja sebagai buruh petani milik tetangganya. Segala keperluan hidup
dipenuhi olehnya termasuk biaya sekolahnya. Saat ini anaknya sudah menduduki
bangku sekolah menengah atas di daerahnya. Namun anak ini seringkali malu
dengan keadaan keluarganya. Mempunyai ayah yang lumpuh dan ibu yang hanya
seorang petani. Tiap hari anak itu berangkat sekolah dengan naik angkot sedang
teman-temannya diantar dengan mobil pribadi milik ayahnya. Sejak kecil anak itu
sangat membenci ayah dan ibunya karena dia tidak bisa hidup bahagia seperti
teman-temannya. Namun ayah dan ibunya sangat sayang kepadanya. Kasih sayang
yang amat tulus mereka curahkan kepada anak semata wayangnya itu. Mereka rela
mengaku sebagai pembantunya didepan teman-temannya untuk menjaga hati anaknya
itu agar tidak dihina.
Suatu
hari ketika dia lulus sekolah, dia berkeinginan untuk bekerja di sebuah kota
jauh dari daerahnya. Dia sudah sangat suntuk dengan keadaan dirumah yang penuh
dengan kesusahan dan kemiskinan. Lalu dia memutuskan untuk bekerja di sebuah
pabrik di luar kota. Awalnya, orang tuanya tidak mengijinkan dia bekerja di
luar kota karena dia adalah anak satu-satunya. Namun, sang anak itu sama sekali
tidak mendengarkan kata-kata orang tuanya. Dia tetap memilih untuk bekerja di
luar kota. Sang ibu pun dengan berat hati mengijinkan anaknya. Dalam sujud
malamnya ia selalu berdo’a agar anaknya selalu berada dalam lindunganNya.
Satu
tahun telah berlalu, anak itu sama sekali tidak pulang kerumah. Bahkan tidak
memberi kabar apapun kepada orang tuanya. Orang tuanya sangat mencemaskan
keadaanya. Kemudian sang ayah dengan cemas bertanya kepada salah satu adiknya
(paman), “apakah kamu bisa menghubungi anakku? Sudah satu tahun dia tidak
pulang dan tidak memberi kabar”.
Kemudian
sang pamanpun mencoba untuk menghubungi si anak tadi. Namun setiap kali di
telvon tidak pernah diangkat dan tidak bisa dihubungi sama sekali. Sang ayah
dan ibu pun sangat sedih. Keadaan sang ayahpun sekarang semakin memburuk. Sang
paman terus mencari tau keberadaan si anak tadi melalui teman-temannya. Dan
ditemuilah dia di sebuah kos-kosan. Sang paman mengajak dia untuk pulang
menjenguk ayahnya yang sedang sakit namun anak itu justru menolaknya. Lalu
paman berkata, “kenapa kamu sangat membenci ayah ibumu? Bukankah mereka yang merawatmu?”.
“Sudah, itu bukan urusanmu”, jawab anak itu. Anak itu tetap tidak mau pulang
untuk menjenguk ayahnya. Sang pamanpun berkata,”janganlah kamu membenci jika
tidak tau alasannya. Apakah kamu tau ayahmu lumpuh karena apa? Apakah kamu tau
perjuangan dia untukmu seperti apa?” si anak pun hanya terdiam. Sang paman
bercerita,” Dulu saat kamu masih kecil kamu menangis ingin membeli
mobil-mobilan seperti teman-temanmu. Sebagai seorang ayah pasti tidak tega
melihat anaknya menangis tiap harinya. Waktu itu ayahmu belum punya uang untuk
membeli mainan untukmu. Dan dia melihat ada pohon kelapa miliknya yang sudah
berbuah. Dia berniat untuk memetik buah kelapa itu dan menjualnya ke pasar.
Kemudian saat sudah dijual akan dia belikan mainan itu untukmu. Namun pada saat
dia memanjat dia terpeleset dan diapun terjatuh. Hingga sekarang dia lumpuh dan
tidak bisa berbuat apa-apa.
Sang
anak meneteskan air matanya saat mendengarkan cerita dari pamannya itu. Betapa
menyesalnya dia sudah membenci ayah dan ibunya yang sangat berjasa untuknya.
Betapa menyesalnya dia yang sudah malu dengan keadaannya. Seketika itu dia
merapikan baju dan pulang ke rumah bersama pamannya.
Sesampainya
dirumah, ia langsung memeluk sang ayah dan menangis di pelukannya. Dia meminta
maaf atas semua kebencian yang dulu pernah ada di dalam benaknya. Betapa
terharunya sang ibu saat melihat anaknya meminta maaf kepada ayahnya. Sang
ibupun menangis terharu karena do’a yang selalu dia panjatkan dalam sujud
malamnya dijawab olehNya pada detik itu. :)
" jangan pernah membenci orang tua, karena apapun dan bagaimanapun mereka adalah pahlawan untuk kita. kasih sayangnya tiada batas seperti mentari yang tak pernah lelah memancarkan sinarnya"
Kamis, 5 Januari 2017